Jumat, 16 Desember 2011

Bencana Berulang, Pemerintah Tak Tanggap

ImageBencana alam kembali berulang di Tanah Air. Gunung Merapi meletus dan gempa bumi 7, 2 SR mengguncang Kepulauan Mentawai disertai gelombang tsunami. Ratusan korban pun berjatuhan, namun pemerintah seolah tak siap menghadapi bencana yang datang beruntun.
Letusan Gunung Merapi memuntahkan awan panas yang menggulung pemukiman warga di lereng gunung.

Panik dan cemas itulah yang dirasakan warga. Awan panas atau wedhus gembel menderas disertai debu dan lava pijar.  Warga berhamburan menyelamatkan diri menghindar kepungan awan panas bersuhu 600 derajat Celsius.

Sebanyak 36 warga yang tinggal di lereng Gunung tewas, termasuk juru kunci  Gunung Merapi, Mbah Maridjan.

Warga yang tewas  kebanyakan warga Kinahrejo dan Kepuharjo, Cangkringan yang berjarak hanya 3 kilometerr dari puncak Gunung.

Gunung Merapi meletus memaksa puluhan ribu warga mengungsi ke barak dan tenda darurat dengan kondisi pas-pasan.

Belum juga bernafas lega, gempa bumi berkekuatan 7,2 SR menghentak Kepulauan Mentawai. Gempa bumi disertai gelombang tsunami memporak porandakan puluhan desa di  Pulau Pagai Utara dan Selatan. Lebih dari 400 orang tewas dan 163 orang dinyatakan hilang.

Gelombang tsunami terjadi di malam hari membuat warga tak siap untuk  menyelamatkan diri. Anak tercerabut  dari orang tua dan keluarga kehilangan sanak saudara dalam tempo sekejap.

Bencana alam yang bertubi-tubi membuat  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terharu dan menteskan air mata. Presiden menghentikan sejenak kunjungannya ke China dan Vietnam. Selama beberapa jam SBY mengunjungi para korban di Kepulauan Mentawati sebelum kembali menghadiri KTT ASEAN di Hanoi. 

Presiden meminta fokus penanganan bencana diutamakan pada korban hidup, sembari menguburkan korban meninggal. Presiden juga memastikan bantuan tepat sasaran pada korban bencana.

Bencana yang terjadi secara beruntun merupakan pukulan telak terhadap manajemen bencana. Sebagai negara dengan gunung aktif terbanyak di dunia, rakyat Indonesia harus senantiasa waspada selama 24 jam sepanjang masa.

Dalam rentang 50 tahun, terjadi 23 kali gelombang tsunami atau setiap dua tahun sekali gelombang tsunami menerjang pesisir Indonesia.           

Namun saying, penanganan bencana seolah tak tertata. Pemerintah seolah tak berkaca pada peristiwa bencana sebelumnya.

Sistem kedaruratan bencana ternyata masih lemah. Ttsunami di Mentawai terlambat diketahui karena rusaknya alat pendeteksi tsunami di laut.

Di lain pihak Badan Penanggulangan Bencana Nasional tak bisa leluasa bertindak sebab wewenangnya tumpang tindih dengan instansi lain.

Dalam setiap musibah selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Namun membiarkan musibah demi musibah berlalu tanpa belajar darinya adalah suatu kebodohan yang nyata.

source : http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=8617&Itemid=21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar