Bencana
alam kembali berulang di Tanah Air. Gunung Merapi meletus dan gempa
bumi 7, 2 SR mengguncang Kepulauan Mentawai disertai gelombang tsunami.
Ratusan korban pun berjatuhan, namun pemerintah seolah tak siap
menghadapi bencana yang datang beruntun.
Letusan Gunung Merapi memuntahkan awan panas yang menggulung pemukiman warga di lereng gunung.
Panik dan cemas itulah yang dirasakan warga. Awan panas atau wedhus
gembel menderas disertai debu dan lava pijar. Warga berhamburan
menyelamatkan diri menghindar kepungan awan panas bersuhu 600 derajat
Celsius.
Sebanyak 36 warga yang tinggal di lereng Gunung tewas, termasuk juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan.
Warga yang tewas kebanyakan warga Kinahrejo dan Kepuharjo, Cangkringan yang berjarak hanya 3 kilometerr dari puncak Gunung.
Gunung Merapi meletus memaksa puluhan ribu warga mengungsi ke barak dan tenda darurat dengan kondisi pas-pasan.
Belum juga bernafas lega, gempa bumi berkekuatan 7,2 SR menghentak
Kepulauan Mentawai. Gempa bumi disertai gelombang tsunami memporak
porandakan puluhan desa di Pulau Pagai Utara dan Selatan. Lebih dari
400 orang tewas dan 163 orang dinyatakan hilang.
Gelombang
tsunami terjadi di malam hari membuat warga tak siap untuk
menyelamatkan diri. Anak tercerabut dari orang tua dan keluarga
kehilangan sanak saudara dalam tempo sekejap.
Bencana alam
yang bertubi-tubi membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terharu dan
menteskan air mata. Presiden menghentikan sejenak kunjungannya ke China
dan Vietnam. Selama beberapa jam SBY mengunjungi para korban di
Kepulauan Mentawati sebelum kembali menghadiri KTT ASEAN di Hanoi.
Presiden meminta fokus penanganan bencana diutamakan pada korban hidup,
sembari menguburkan korban meninggal. Presiden juga memastikan bantuan
tepat sasaran pada korban bencana.
Bencana yang terjadi secara
beruntun merupakan pukulan telak terhadap manajemen bencana. Sebagai
negara dengan gunung aktif terbanyak di dunia, rakyat Indonesia harus
senantiasa waspada selama 24 jam sepanjang masa.
Dalam rentang
50 tahun, terjadi 23 kali gelombang tsunami atau setiap dua tahun
sekali gelombang tsunami menerjang pesisir Indonesia.
Namun saying, penanganan bencana seolah tak tertata. Pemerintah seolah tak berkaca pada peristiwa bencana sebelumnya.
Sistem kedaruratan bencana ternyata masih lemah. Ttsunami di Mentawai
terlambat diketahui karena rusaknya alat pendeteksi tsunami di laut.
Di lain pihak Badan Penanggulangan Bencana Nasional tak bisa leluasa
bertindak sebab wewenangnya tumpang tindih dengan instansi lain.
Dalam setiap musibah selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Namun
membiarkan musibah demi musibah berlalu tanpa belajar darinya adalah
suatu kebodohan yang nyata.
source : http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=8617&Itemid=21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar